Inovasi teknologi informasi yang dibuat perusahaan Indonesia berhasil menarik perhatian para pengguna dari berbagai negara. Inovasi alat antisadap yang dibuat Indoguardika Cipta Kreasi (ICK) bahkan diminati pengguna dari Timur Tengah dan Eropa Barat. Perusahaan itu tampil di ajang CeBIT, pameran teknologi terbesar di dunia yang diselenggarakan di Hannover, Jerman, dua pekan lalu dan berhasil mendapatkan kontrak sebesar US$ 1,5 juta.
Inovasi alat antisadap itu adalah salah satu teknologi yang dibawa rombongan Indonesian Global IT (Indoglobit) dalam tur perkenalan produk di Eropa sejak dua pekan lalu.
"Indoguardika yang punya produk untuk antisadap suara dan email. Mereka ikut promosi di pameran CeBIT, banyak tertarik lalu akhirnya mereka dapat kontrak langsung di tempat," kata Ketua Perwakilan Indoglobit Eropa, Latif Gau, ketika dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Maret 2015.
Tahun ini ada 12 perusahaan Indonesia yang dibawa Indoglobit untuk promosi perdagangan teknologi informasi ke Eropa. Misi dagang ini juga mendapat dukungan dari pemerintah Indonesia dan Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia Jerman.
Menurut Latif, produk teknologi buatan Indonesia mampu bersaing di pasar global. Bahkan Indonesia punya beberapa keunggulan dibanding negara lain. "Ahli Indonesia itu lebih kreatif dan produknya berkualitas. Hasil yang kami dapat dari roadshow ini sangat bagus, pasar besar menanti di Eropa dan Indonesia," kata Latif.
ICK menawarkan konsep customization atau penyesuaian bahkan hingga level algoritma enkripsi dalam produk komunikasi antisadap yang mereka buat. ICK membuat teknologi enkripsi dan antisadap untuk perangkat mobile dan alat komunikasi radio dua arah (handie talkie).
Jika calon konsumen memiliki algoritma enkripsi yang mereka kembangkan sendiri, teknologi itu dapat ditanamkan ke dalam produk keluaran ICK. “Produk sejenis dari luar negeri biasanya enggan melayani hal semacam itu. Atau jika mau pun biasanya akan mengenakan biaya pengembangan yang besar,” kata Direktur Riset dan Pengembangan ICK Sujoko.
Latif mengatakan, ahli dari Indonesia mampu membuat produk yang lebih bisa disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Sementara perusahaan Eropa atau Amerika sulit melakukan hal tersebut karena mereka sangat kaku dengan patron yang ada.
Selain itu penyesuaian produk akan menambah biaya sumber daya manusia untuk pengembangan. "SDM mereka sendiri terbatas jumlahnya," kata Latif yang juga Direktur Abyor Europe BV, satu-satunya perusahaan teknologi Indonesia yang bermarkas di High Tech Campus, Eindhoven, Belanda.
High Tech Campus adalah pusat inovasi teknologi yang kerap dijuluki Silicon Valley Eropa. Di tempat ini, lebih dari 130 perusahaan teknologi papan atas seperti Philips, IBM, Intel, Samsung, dan NXP membuka kantor perwakilan. Lebih dari 10 ribu pegawai dari 85 negara bekerja di sana. Dengan hasil empat paten per hari, High Tech Campus adalah penghasil paten tertinggi di dunia.